Fenomena akan keberadaan kode etik keprofesian
merupakan hal yang menarik untuk diperhatikan. Hal ini terutama jika dikaitkan
dengan besarnya tuntutan publik terjadap dunia usaha yang pada umumnya
mengedepankan etika dalam menjalankan akifitas bisnisnya. Tuntutan ini kemudian
direspon dengan antara lain membuat kode etik atau kode perilaku. Scwhartz
(dalam Ludigdo, 2007) menyebutkan kode etik sebagai dokumen formal yang
tertulis dan membedakan yang terdiri dari standar moral untuk membantu
mengarahkan perilaku karyawan dan organisasi. Sementara fungsinya adalah
sebagai alat untuk mencapai standar etis yang tinggi dalam bisnis (kavali.,
dkk, dalam Ludigdo, 2007). Atau secara prinsip sebagai petunjuk atau pengingat
untuk berprilaku secara terhormat dalam situasi-situasi tertentu.
Suatu rumudan kode etik seharusnya merefleksikan
standar moral universal. Standar moral universal tersebut menurut
Scwhartz (dalam Ludigdo, 2007) meliputi :
a. Trustworthiness (meliputi honesty,
integrity, reliability, dan loyality)
b. Respect (meliputi
perlindungan dan perhatian atas hak azasi manusia)
c. Responsibility (meliputi
juga accountability)
d. Fairness (meliputi
penghindaran dari sifat tidak memihak, dan mempromosikan persamaan)
e. Caring (meliputi misalnya
penghindaran atas tindakan-tindakan yang merugikan dan tidak perlu)
f. Citizenship (meliputi
penghormatan atas hukum dan perlindungan lingkungan)
Selanjutnya ada beberapa alasan mengapa kode etik
perlu untuk dibuat.Beberapa alasan tersebut adalah (Adams., dkk, dalam
Ludigdo, 2007) :
a. Kode etik merupakan suatu cara untuk
memperbaiki iklim organisasional sehingga individu-individu daoat berperilaku
secara etis.
b. Kontrol etis diperlukan karena sistem
legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan perilaku organisasi untuk
mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan bisnisnya.
c. Perusahan memerlukan kode etik untuk
menentukan status bisnis sebagai sebuah profesi, dimana kode etik merupakan
salah satu penandanya.
d. Kode etik dapat juga dipandang sebagai
upaya menginstitusionalisasikan moral dan nilai-nilai pendiri perusahaan, sehingga
kode etik tersebut menjadi bagian dari budaya perusahaan dan membantu
sosialisasi individu baru dalam memasuki budaya tersebut.
e. Kode etik merupakan sebuah pesan.
Profesional
dalam melakukan pekerjaan untuk kepentingan publik (pihak yang membutuhkan)
dibutuhkan etika mengenai profesi. Penyusunan etika profesional pada setiap
profesi biasanya dilandasi kebutuhan profesi tersebut tentang kepercayaan
masyarakat terhadap mutu jasa yang diserahkan oleh profesi (Mulyadi dan Kanaka,
1999: 45).
Kode etik yang
dapat mencapai sasaran yang diinginkan, kode etik tersebut harus memiliki empat
komponen. Empat komponen tersebut meliputi:
(1)
Prinsip-prinsip, yaitu standar ideal daari perilaku etis yang dapat dicapai
dalam terminologi filosofis. Dalam dunia auditing, prinsip-prinsip tersebut
meliputi: tanggungjawab, kepentingan masyarakat, integritas, obyektivitas dan
independensi, kemahiran serta lingkup dan sifat jasa.
(2) Peraturan
perilaku, yakni standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan
khusus.
(3) Interprestasi
(4) Ketetapan
etika yaitu penjelasan dan jawaban yang diterbitkan guna menjawab
pertanyaan-pertanyaan peraturan perilaku yang terjadi.
Kode Etik Profesi Akuntan Indonesia
Bagi praktik
Akuntan di Indonesia kebutuhan akan etika dipenuhi oleh organisasi
proesi yang berkaitan dengan hal tersebut yakni Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Historis kode etik yang dikeluarkan oleh IAI adalah sebagai berikut:
(1) Kongres
tahun 1973: Penetapan kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia.
(2) Kongres
tahun 1981 dan tahun 1986: Penyempurnaan kode etik, nama kode etik sebelum
tahun 1986 adalah Kode etik IAI dan kongres tahun 1986 mengubah nama tersebut
dengan Kode etik Akuntan Indonesia sampai sekarang.
(3) Kongres
tahun 1990 dan tahun 1994: Penyempurnaan kode etik.
Akuntan merupakan profesi yang keberadannya sangat
tergantung pada kepercayaan masyarakat. Sebagai sebuah profesi yang kinerjanya
diukur dari profesionalismenya, akuntan harus memiliki keterampilan,
pengetahuan, dan karakter. Penguasaan keterampilan dan pengetahuan tidaklah
cukup bagi akuntan untuk menjadi profesional. Karakter diri yang dicirikan oleh
ada dan tegaknya etika profesi merupakan hal penting yang harus dikuasainya
pula.
Etika profesi akuntan di Indonesia dikodifikasikan
dalam bentuk kode etik, yang mana struktur kode etik ini meliputi prinsip
etika, aturan etika, dan interpretasi aturan etika. Struktur yang demikian itu
setidaknya memberikan gambaran akan kebutuhan minimal bagi profesi akuntan
untuk memberi jasa yang efektif kepada masyarakat. Terkait dengan hal tersebut
Brooks (dalam Ludigdo, 2007) menyebutkan bahwa dalam suatu pedoman akuntan yang
dibuat seharusnya berisi beberapa poin pokok. Beberapa poin pokok
tersebut adalah :
1. Spesifikasi alasan aturan-aturan umum yang
berhubungan dengan :
a. Kompetensi
teknis
b. Kehati-hatian
c. Obyektifitas
d. Integritas
2. Memberikan
respon :
a. Untuk berperilaku memenuhi kepentingan
berbagai kelompok dalam masyarakat
b. Untuk memecahkan konflik antara berbagai
pihak yang berkepentingan, dan antara pihak yang berkepentingan dan akuntan.
3. Memberikan dukungan atau perlindungan bagi
akuntan yang akan “melakukan sesuatu dengan benar” (misalnya dengan kode dan
laporan masalah etisnya)
4. Menspesifikasikan sanksi secara jelas hingga
konsekuensi dari kesalahan akan dipahami.
Dalam kongres V Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI)
di Surabaya 20-30 Agustus 1986, telah berhasil disahkan butir-butir kode etik
profesi akuntan. Kode etik yang dibentuk pada tahun tersebut terdiri dari tiga
bagian utama, yaitu :
1. Untuk
profesi akuntan secara umum
2. Khusus
untuk akuntan publik, dan
3. Penutup
Mukadimah prinsip etika profesi akuntan antara
lain menyebutkan bahwa dengan seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga
disiplin diri melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan yang berlaku.
Selain itu prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan
dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Sementara itu prinsip etika akuntan atau
kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998,
dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal
yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir
tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
1. Tanggung
jawab profesi :
Bahwa akuntan di
dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya.
2. Kepentingan publik :
Akuntan sebagai anggota IAI berkewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepentingan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas :
Akuntan sebagai seorang profesional, dalam
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, harus memenuhi tanggung jawab
profesionalnya tersebut dengan menjaga integritasnya setinggi mungkin.
4. Obyektifitas :
Dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, setiap
akuntan sebagai anggota IAI harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari
benturan kepentingan.
5. Kompetensi dan kehati-hatian
profesional :
Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten
berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.
6. Kerahasiaan :
Akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi
yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau
kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7. Perilaku profesional :
Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk
berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.
8. Standar teknis :
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya
harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.
Untuk memberikan pedoman etika yang spesifik di
bidang etika profesi akuntan publik , IAI Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP)
telah menyusun aturan etika . dalm hal keterterapan aturan ini mengharuskan
anggota IAI-KAP dan staf profesional (baik yang anggota maupun yang bukan anggota
IAI-KAP) yang bekerja di suatu kantor akuntan publik untuk mematuhinya. Aturan
etika ini meliputi pengaturan tentang :
1. Independensi,
Integritas, dan Obyektifitas.
· Indenpendensi
Dalam
menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental
independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam
Standar Profesional Akuantan Publik yang ditetapkan olh IAI. Sikap mental
independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (infacts)maupun
dalam penampilan (in appearance).
Independen
berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain dan tidak
tergantung pada orang lain. Tiga aspek dalam independensi auditor, yaitu:
(a) Independensi
dalam diri auditor (independence in fact): kejujuran dalam diri auditor dalam
mempertimbangkan berbagai faktor dalam audit finding.
(b) Independensi
dalam penampilan (perceived independence). Independensi ini merupakan
tinjauan pihak lain yang mengetahui informasi yang bersangkutan dengan diri
auditor.
(c) Independensi
di pandang dari sudut keahliannya. Keahlian juga merupakan faktor
independensi yang harus diperhitungkan selain kedua independensi yang telah
disebutkan. Dengan kata lain auditor dapat mempertimbangkan fakta dengan baik
yang kemudian ditarik menjadi suatu kesimpulan jika ia memiliki keahliam
mengenai hal tersebut.
· Integritas
dan Obyektifitas
Integritas adalah
auditor yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan apa yang diyakini kebenarannya
tersebut kedalam kenyataan.
Obyektifitas adalah
unsur karakter yang menunjukkan kemampuan seseorang maupun menyatakan kenyataan
sebagaimana adanya, terlepas dari kepentingan pribadi maupun kpentingan pihak
lain.
Dalam
menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan integritas dn
obyektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest)
dan tidak boleh mmebiarkan faktor salah saji material (material misstatement)
yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada
pihak lain.
2. Standar
Umum dan Prinsip Akuntansi
· Standar
Umum
Anggota KAP
harus mematuhi standar berikut ini beserta interprestasi yang terkait yang
dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI, antara lain:
a. Kompetensi
Profesional
Anggota IAI
hanya boleh melakuan pemberian jasa profesional yang secara layak (reasonable)
diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional.
b. Kecermatan
dan keseksamaan profesional
Anggota KAP
wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan
profesional.
c. Perencanaan
dan Supervisi
Anggota KAP
wajib merencanakan dan mensuvervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian
profesi jasa profesional.
d. Data relevan
yang memeadai
Anggota KAP
wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi
kesimpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.
e. Kepatuham
terhadap standar
Anggota KAP yang
melaksanakan penugasan jasa audititing, atestasi, review, kompilasi, konsultasi
manajemen, perpajakan atau jasa profesional lainnya, wajib mematuhi standar
yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI.
· Prinsip-Prinsip
Akuntansi
Anggota KAP
tidak diperkenankan:
(1) Menyatakan
pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data keuangan
lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
atau
(2) Menyatakan
bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan
terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku, apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material
terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi
yang diterapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam keadaan
luar biasa, laporan atau data mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut di
atas. Dalam kondisi tersebut anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam
butir ini selama anggota KAP dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan
menyesatkan apabila memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara serta alasan
mengapa kepatuhan prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan laporan
yang menyesatkan.
3. Tanggungjawab
kepada Klien
· Informasi
klien yang rahasia
Anggota KAP
tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan
dari klien.
Ketentuanya
tidak dimaksudkan untuk:
(1) Membebaskan
anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan
terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi
(2) Mempengaruhi
kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan
perundangan-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejabat
pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang
berlaku,
(3) Melarang
review praktik profesional (review mutu) seorang anggota sesuai dengan
kewenangan IAI atau
(4) Menghalangi
anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas
penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka
pengecekan disiplin anggota.
· Fee
profesional
a. Besaran
fee
Besarnya fee
anggota dapat bervariasi tergantung antara lain: risiko penugasan, kompleksitas
jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa
tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesional
lainnya.
b. Fee
kontinjensi
Fee kontinjensi
adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional tanpa
adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu dimana
jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap
tidak kontinjensi jika ditetapkan oelh pengadilan atau badan pengatur atau
dalam hal perpajkan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau
temuan dadan pengatur.
Anggota KAP
tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontinjensi apabila penetapan tersebut
dapat mengurangi independensi.
4. Tanggungjawab
kepada Rekan Seprofesi
Dengan tidak
melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.
· Komunikasi
antar akuntan publik
Anggota wajib
berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila akan mengadakan
perikatan (engagement) audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau
untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan
periode serta tujuan yang berlainan.
Akuntan publik
pendahulu wajib menanggapi secra tertulis permintaan komunikasi dari akuntan
pengganti secara memadai.
· Perikatan
Atestasi
Akuntan publik
tidak diperkenankan mengadakan perikatan atestasi yang jenis atestasi dan
periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh akuntan yang lebih dahulu
di tunjuk klien, kecuali apabila perikatan tersebut dilaksanakan untuk memenuhi
ketentuan perundang-undangan atau aturan yang di buat oleh badan berwenang.
5. Tanggung
jawab dan praktik lain
· Perbuatan dan Perkataan yang
Mendeskreditkan
Anggota tidak
diperkenankan melakukan tindakan dan/ atau mengucapkan perkataan yang
mencemarkan profesi.
· Iklan,
Promosi dan Kegiatan Pemasaran Lainnya
Anggota dalam
menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui
pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya
sepanjang tidak tidak merendahkan citra profesi.
· Komisi
dan Fee referal
a. Komisi
Komisi adalah
imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang diberikan atau
diterima kepada/ dari klien/ pihak lain untuk memperoleh penugasan dari klien/
pihak lain.
b. Fee referal
(rujukan)
Fee referal
(rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/ diterima kepada/ dari sesama penyedia
jasa profesional akuntan publik.
· Bentuk
Organisasi dan nama KAP
Anggota hanya
dapat berpraktik dalam bentuk organisasi yang diizinkan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan/ atau yang tidak menyesatkan dan
merendahkan citra profesi.
Kesimpulan
Etika dapat
diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu kebiasaan
sedangkan etika merupakan ilmu yang menyelidiki tingkah laku moral dimana dalam
penyelidikan tersebut dilakukan dengan tiga pendekatan. Tiga pendekatan
tersebut adalah pendekatan etika deskriftif, etika normatif dan metaetika.
Kode etik harus
memiliki empat komponen, yaitu Prinsip – prinsip, Peraturan perilaku,
Interprestasi dan Ketetapan etika.
Sementara itu prinsip etika akuntan atau kode etik
akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam
Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang
seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut
adalah tanggungjawab profesi, kepentingan publik, intergritas, obyektifitas,
kompetensi dan kehati – hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional,
dan standar teknis.
Daftar Pustaka :
Sungguh, A (2004) 25 Etika Profesi.
Jakarta : Sinar Grafika
Ludigdo, U (2007) Paradoks Etika Akuntan. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Jasa Audit dan
Assurance, Penulis: Randal J. Elder, dkk, Halaman: 10-14
Denis Firmansyah
28211306
4EB26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar